Kamis, 10 November 2011

Ayah..


Ini adalah salah satu penggalan cerita dari pemateri luar biasa pada saat pelatihan Forum Indonesia Muda (FIM) angkatan 11. Cerita ini sangat menggugah serta mengundang isak tangis para pendengar saat itu, padahal sebelumnya semua pendengar fokus dan tidak menerka ending dari kisah tersebut sangat menyentuh hati yang paling dalam, sehingga meledaklah ekspresi dan mengalirlah air mata. Sengaja saya tuliskan disini agar selalu terpatri di dalam sanubari dan tausiah diri, semoga pembaca dapat mengambil hikmahnya serta menjadikan catatan pribadi dan kalau boleh di sebar ke berbagai insan lainnya. Semoga bermanfaat.

            Suatu sore yang kering dan hening seorang pimpinan perusahaan terkenal merasakan suasana hatinya yang begitu hambar. Tak tahu apa yang dikerjakan agar suasana hatinya berubah. Dan ia mulai menerka apakah ini yang dimaksud dengan kekerasan hati, kekosongan jiwa serta mati rasa, padahal ia dulu berada pada ekonomi yang sangat rendah, di posisi yang di olok-olokan oleh sekitarnya. Dan sekarang ia kaya-raya dengan mobil beserta penjaga dan rumah yang nyaman dan ia mulai merenung.
            Memang dulu ia seorang Office Boy yang mengantarkan minuman, makanan serta keperluan lainnya kepada pegawai di kantor tersebut. Bekerja bak pembantu diperusahaan tersebut tak membuat semangatnya untuk terus belajar dan mengambil manfaat dari setiap kegiatan yang dilaluinya, mulailah pemuda yang hanya lulus SMA ini beraksi. Jika ada seminar atau pelatihan yang diadakan di perusahaan tersebut ia berdiri di samping pintu masuk dan mencuri-curi dengar terhadap materi yang diberikan dan mencatatnya, ketika pintu terbuka maka dengan sigap ia menoleh dan mendengar dengan lebih jelas hingga pada saat bossnya melihat ia dipersilahkan masuk dan duduk manis di kursi paling akhir.
            Tak cukup dengan itu, jika ada kesempatan disela-sela kerja sebagai OB, ia melihat kepada karyawan yang pekerjaannya paling banyak dan mendekati karyawan tersebut seraya berkata “apa yang bisa saya bantu..??” spontan sang karyawan terkejut dan memberikan sebagian tugasnya kepada pemuda tersebut.

Minggu, 06 November 2011

Kunang-kunang di zamrud khatulistiwa

Sebelum saya menggoreskan lebih banyak kata-kata serta cerita tentang pelatihan Forum Indonesia Muda, terlebih dahulu saya ingin mempertegas bahwa baru kali ini saya mengikuti forum nasional yang menghimpun pemuda dari seluruh Indonesia dan dari berbagai latar belakang serta ideologi fikiran dan kami merasa seperti satu keluarga besar yang mempunyai arah dan tujuan yang sama, untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Biasanya jika mahasiswa bertemu di forum nasional pasti beradu argument, saling debat pendapat dan yang paling parah tuan rumah yang mengadakan acara tersebut menjadi pihak yang dirugikan karena ulah para peserta undangan kegiatan yang banyak permintaan. Tapi sangat berbeda dengan FIM, seperti yang kita baca pada testimoni para alumni, forum ini menawarkan hubungan kekerabatan dan persahabatan, dimana mahasiswa dari seluruh penjuru bisa mengenal, bertukar fikiran, bekerja sama serta saling berbagi. Dan karena pesertanya berasal dari berbagai daerah tentunya layaknya sebuah keluarga besar, jika satu anggota keluarga berkunjung ke berbagai kota di Indonesia ia dapat menginap di rumah keluarganya, misalnya anak aceh yang berkunjung ke bandung, ia dapat menginap di rumah teman alumni FIM lainya yang berada di kota tersebut, dan hal itu sudah saya lakukan.. (hehe ketahuan yak.. maklum masih mahasiswa).
            Baik, mari kita mulai dengan kenapa saya ikut mendaftar di kegiatan ini. Ketika suntuk menghadang, minim kompetisi dan perasaan puncak ingin naik pesawat lagi dan diperparah dengan kawan seangkatan yang mengikuti banyak lomba dan berangkat ke luar daerah, disaat itulah bergejolak perasaan untuk berjuang keras ikut kompetisi yang membawa diri ini ke ibukota. Dan tersebutlah nama saya diantara 130 peserta lainnya yang lolos untuk mengikuti pelatihan FIM.