Jumat, 30 Juli 2010

Catatan Aktifis Muda Indonesia

Banyak yang mengatakan, menjelaskan dan meyakinkan bahwa menjadi aktifis sangat banyak manfaatnya bahkan semua dosen di fakultasku mulai dari dekan sampai ketua jurusan merekomendasikan untuk menjadi aktifis.

Setelah menjalani 3 tahun menjadi organisator yaitu tempat bernaungnya aktifis, terlalu banyak pendidikan yang diberikan dan hikmah yang didapat. Sebagianya telah tertulis pada artikel sebelumnya. Melalui tulisan ini, diri ini hanya ingin memberikan saran yang bermanfaat kepada pembaca sekalian, khususnya bagi adik-adikku yang sedang menempa dirinya di organisasi atau kepada mahasiswa baru yang sebentar lagi akan masuk ke dalam sarangnya akademisi.

Menjadi pribadi, mahasiswa atau aktifis hendaknya memiliki criteria berikut :

Pertama, Iman dan Taqwa. Imtaq ini lah yang menjadi identitas kita, warna kita dan kepribadian kita yang utuh. Pengalamanku sudah membuktikan bahwa semua orang menghargai keimanan yang kita pegang, pada saat di jepang, profku mengizinkan kami untuk permisi untuk shalat di mesjid sekitar kampus, bahkan ia menyediakan kepada kami sebuah tempat untuk masak dan berbuka puasa, karena pada saat itu ramadhan sedang menjelang. Sekarang juga, para peneliti di Academia Sinica juga respect terhadap ibadah yang kami lakukan. Mereka menyediakan tempat untuk shalat, kemarin tempat shalatku diganti ke pustaka karena mereka mengira pustaka lebih nyaman untuk shalat dibandingkan tempat yang lain. Tapi tadi aku meminta agar kami bisa shalat di lantai 6 karena tempatnya lebih nyaman karena di ujung dan mereka menyetujuinya serta memberitahukan kepada professor yang ada di lantai 6 bahwa kami akan shalat 2 kali di tempat tersebut.

Salah satu dosen favoritku di jurusan fisika pernah bercerita saat aku melapor bahwa kami akan ke Taiwan untuk magang. “sewaktu saya di itali, saya minta izin ke professor saya untuk shalat jum’at di roma, karena jarak roma ke kantor saya jauh, jadi saya sampaikan ke prof saya bahwa pada hari jum’at saya hanya bisa masuk kantor ½ hari, jika anda memerlukan saya maka saya akan masuk kantor pada hari sabtu” hanya itu yang disampaikan dosenku kepada profnya, dan profnya setuju, hasilnya sekarang dosen ku ditawarkan postdoc lagi ke perancis, sesuatu yang patut di tiru.

Memang kita harus membaur kepada siapapun, tetapi ingat membaur bukan berarti melebur, warna kita harus tetap jelas walaupun di kelilingi orang-orang dengan berbagai macam kepercayaan atau bahkan tidak memiliki sama sekali.

Kedua, English. Sesuatu yang sangat sering diucapkan oleh anak-anak kampus. Walaupun ada yang menyatakan bahasa arab lebih banyak manfaat. Memang betul, bahasa arab adalah ibunya segala bahasa. Tapi posisi kita sekarang dibawah kawan-kawan kita, dosen saya banyak yang berkata “we have to be educated people”. Negeri kita belum maju dalam hal ilmu pengetahuan apalagi science, tugas kita untuk membangunnya dengan menjembatani ketimpangan yang terjadi dan itu harus kita lakukan dengan meningkatkan potensi diri salah satunya kecakapan bahasa.

Bahasa juga menjadi alat untuk survive, di Negara dengan semua penduduknya menggunakan bahasa cina seperti Taiwan, sangat susah bertahan tanpa bahasa inggris. Mr. Marr pernah berpesan, jika aku tersesat maka bertanyalah kepada remaja yang ada, karena kebanyakan dari mereka bisa berbahasa inggris.

Ketiga, skills. Inilah yang menjadi modal kita agar dilirik oleh orang lain. Skill inilah yang akan kita kembangkan di negeri orang tapi tentunya kita telah memiliki kemampuan dasar. Ketua jurusanku menyebutkan skill ini adalah computer karena benda tersebutlah yang perkembanganya begitu pesat.

Kamis, 29 Juli 2010

My Pleasure

My pleasure, itulah kata yang selalu keluar dari mulut Mr.Marr setelah kami mengucapkan xie-xie atau thank you karena ia telah membantu kami disetiap kesulitan. Mr.Marr adalah bapak 1 anak dan istri yang sudah bekerja di Academia Sinica selama 8 tahun. Pria lulusan master di bidang information management ini sangat ramah dan tidak bosan menjawab pertanyaan kami seputar MRT atau city bus. Karena kecakapanya dalam English yang bagus, Mr.Marr menjadi orang pertama yang kami tanyakan jika ada sesuatu hal yang perlu ketahui.

Mr.Marr memiliki seorang bayi perempuan, jadi setiap hari ia meninipkannya dan setiap jam 7 sore ia kembali menjemput bayinya tersebut. Ia selalu pergi ke kantor menggunakan skuternya atau MRT, layaknya orang Taiwan kebanyakan, walaupun ia memiliki Toyota vios silver, katanya, ribet mengendarai mobil disini, terlalu banyak jalan dan kendaraan. Yaa.. memang penduduk Taiwan kaya-kaya. Kami saja sewaktu sampai di Bandara dijemput dengan Cammry, dalam perjalanan dari bandara ke penginapan serasa seperti pak rector kita.

Mr.Marr tinggal di sebuah komplek di apartemen di kunyang, ia menyebutnya hanya gedung karena apartemen untuk orang kaya dan lebih mewah, tapi mungkin itu bagi kita adalah apartemen yang sudah lumayan untuk menjadi tempat tinggal.

Hari ini kami telah menyelesaikan ½ dari tugas yang diberikan, tadi pagi Mr.Marr juga memperkenalkan kami dengan Prof hsiou yang menjadi pimpinan SahanaCamp yang akan kami lalui pada akhir pekan ini (minggu pertama yang sangat padat).


Selasa, 27 Juli 2010

3rd Day, Feel Like Home

Langkah kaki pada pagi ini lebih cepat dan nikmat. Cepat, karena seharusnya aku berangkat lebih awal agar sampai di kantor tepat waktu. Memang semua peneliti di ruanganku tidak datang tepat pada waktunya, karena terkadang mereka menginap di kantor atau tidak ada kerjaan yang harus dikerjakan, bahkan pada saat jam kerja mereka ada yang chating atau facebookan, lebih parah lagi ada yang tidur diatas meja kerjanya, aku memahami semuanya karena mereka bukan sembarang orang, dan mereka ahli di bidang masing-masing, mungkin itu sebagai keringanan atas kerja yang memuaskan.

Memang pagi ini terasa beda, semangat dan kondisi badanku lebih baik. Aku berjalan bagaikan remaja gaul Taiwan yang berjalan dengan gaya yang ceria sambil mendengarkan music dari headset hpku. Memang suasana pagi ini tidak begitu menyengat karena jalanan basah dengan air hujan yang baru saja turun, tapi keringatku tetap bercucuran, maklum jalan kaki membuat badan ini suka mengeluarkan keringat, jadinya lebih sehat dan bugar.

Hari ini kami ditugaskan untuk mengedit skin dari MediaWiki, katanya butuh 2 minggu untuk mengeditnya, tetapi kami telah mengerjakan ¼ bagian dari tugas kami. Pada siang harinya, mataku terasa sangat berat, ingin sekali badan ini kurebahkan, sehingga aku tergiur untuk mengikuti gaya peneliti di kantorku, tidur pada saat jam kerja. Semoga bukan hanya gayanya saja yang aku tiru, tetapi otak cerdasnya juga tercopy (hehehe). Memang semalam aku telat tidur karena melewati hari yang melelahkan “tempaan dan pembinaan”, apalagi subuh disini cukup cepat yaitu jam 4 pagi, memang menyenangkan bisa bangun pagi ketika semuanya sedang terlelap dan banyak waktu luang untuk banyak agenda yang tertunda.

Karena tidur diatas meja kerja tidak nyaman aku memutuskan untuk pergi ke pustaka yang berada di lantai 2, pilihan yang tepat untuk tidur. Memang ally pernah berkata pada saat dia mengajak kami mengelilingi pustaka bahwa di sudut pustaka tersebut ada sofa yang pas untuk tiduran dan biasanya setiap siang ada saja yang tidur di sofa tersebut. Memang betul, ketika aku datang ke sofa tersebut aku melihat seseorang sedang tidur, sehingga aku mengambil sofa yang satunya lagi.

“taufiq, bangun, udah ashar” suara tersebutlah yang membuat mata ini kembali terjaga. Rupanya kawanku sengaja membangunkanku seperti yang kuamanahkan. Memang, tidur siang yang sangat nyaman dan aku siap untuk tantangan selanjutnya.

Setelah jam kerja selesai kami meminta izin kepada marr untuk pergi ke Taipower building untuk makan di restoran Duta Pertiwi lagi dan menemui kak neni di Taipe main station. Kawanku sudah beberapa hari ini tidak makan nasi, karena dia belum terbiasa dengan aroma khas makanan disini, jadi demi menjaga kesehatan kami melampiaskan kerinduan kami akan masakan Indonesia di restoran tersebut.

Dengan memegang erat peta MRT, kereta bawah tanah yang lajunya begitu kencang kami sampai di Taipower building station. Karena magrib sudah menjelang kami melanjutkan perjalanan ke mesjid kecil yang ada di samping Duta Pertiwi, Alhamdulillah masih terkejar jamaah magribnya. Setelah shalat magrib ada 2 mahasiswa S3 NTUST yang menyapaku, keduanya berasal dari ITS Surabaya, bang udin dan bang yunus. Aku banyak bertanya tentang keadaan ramadhan di mesjid tersebut, sesuatu yang sangat kurindu untuk kujalani.

Foto diatas menunjukkan bagaimana makanan kami malam itu, ya seperti ayam penyetlah di banda atau warungnya pak ulis lamnyong (hehehehe), ketika itu perasaan seperti di rumah dan terasi serta saus sambalnya menambah kelezatan sampai-sampai tak ada sebutir nasipun yang tersisa. Setelah makan aku kembali ke mesjid untuk shalat isya berjamaah, Alhamdulillah..

Setelah berbincang kecil dengan pemilik warung dan mahasiswa yang ada di duta pertiwi kami pamitan untuk pulang. Rupanya kak neni yang berjanji untuk bertemu di taipe main station tidak jadi datang karena meeting yang ia ikuti belum selesai, jadi kami langsung melanjutkan ke asrama kawanku. Semuanya berjalan lancar dan degub hati ini tidak berdetak kencang ketika perjalanan pulang, sepertinya kami sudah terbiasa dengan transportasi dan keadaan disini. Setelah mengantarkan kawanku, aku melanjutkan kembali perjalanan ke asramaku, kembali menggunakan gaya remaja Taiwan. Sesuatu yang kulewati dengan rasa syukur dan syukur.

2nd Day, Tempaan dan Pembinaan

Kaki ini terus melangkah dengan pasti, dibawah sinar mentari yang menyengat, ya.. hari ini cuacanya cukup cerah, sehingga membuat keringatku bercucuran. Besok aku harus membawa sapu tangan atau handuk. Mungkin berat badanku akan turun beberapa ons. Rupanya di sini setiap kendaraan berjalan di sebelah kanan, sehingga aku merasa sedikit aneh tapi tetap menambah keseruan hari keduaku di Taipe.
Setelah berjalan selama 25 menit, sampailah aku di gedung Institute Information of Science, dalam peta yang diberikan gedung tersebut merupakan tempat dimana aku akan magang. Ketika pintu utama terbuka secara otomatis aku bertanya kepada petugas di front desk lantai berapa tempatku berada, tetapi petugas tersebut kebingungan karena ketika aku menyebutkan Mar, dia tidak mengenalinya dan lebih parah lagi, kartu nama Mar telah hilang dari dompetku. Akhirnya aku sampai di ruang yang tepat setelah seorang wanita yang mengenal Mar memberitahukan kepada petugas front desk bahwa mar berada di lantai 4.
Hari ini list teman di Taiwanku bertambah, karena banyak peneliti yang berada di ruangku menyapa dan kami bertukar kartu nama. Tim dan Ally adalah mentor kami, khususnya Tim yang membimbingku selama magang. Tugas pertama kami adalah mempelajari tentang MediaWiki. Mereka memberikan waktu kepada kami satu minggu untuk mempelajari MediaWiki, mulai dari instalasi dan modifikasi. Namun pada siang harinya kami telah menyelesaikan semua tugas kami dan Ally merasa sangat terkejut dan dia bingung tugas apa yang harus kami lakukan untuk selanjutnya.
Pada hari ini juga kami diajak berkeliling gedung dimana kami magang, mulai dari pustaka sampai tempat dimana kami akan shalat setiap harinya. Setiap zuhur dan Ashar kami akan permisi dan menuju tempat tersebut untuk shalat, kecuali hari jumat (mungkin untuk cerita hari jumat lain kali ya..).
Pada saat makan siang tiba, Tim dan Ally mengajak kami ke tempat dimana kami bisa menemukan nasi, ya, casablanka. Persis yang ada di foto. Cukup mahal memang tapi puas karena disini untuk menemukan nasi cukup susah ,sama halnya dengan makanan halal.
Pada sore harinya, kawanku menelpon salah satu mahasiswa yang berasal dari Aceh, kebetulan ia sedang berada di Taipe dan ia mengajak kami untuk bertemu. Dan tepat pada pukul 06.00 sore ditemani oleh Mar kami tiba tepat di Stasiun Nangang untuk bertemu kak nani, mahasiswi aceh yang sedang belajar di Meaoli .Namun Mar segera pulang karena harus mengurus bayi perempuannya. Sambil menunggu kak nani kawanku mengambil banyak foto dengan berbagai macam gaya, rasa malu ini terasa sangat besar ketika kawanku memperlihatkan gaya yang nyentrik untuk di foto dan semua orang disekitar melihatnya dengan tatapan keheranan.
Sekitar pukul 6.40 kak nani sampai dengan bang ikbal dan bang deni, rupanya budaya asli aceh yaitu telat masih kak neni simpan dan lestarikan. bang Deni adalah mahasiswa S3 dan Ikbal mahasiswa S2, keduanya berasal dari universitasku di aceh, mereka melanjutkan studinya di Hsinchu. Bang ikbal banyak bercerita tentang perjuangannya selama sekitar 10 bulan di Taiwan, hati ini luluh dan sedih mendengar cerita yang penuh dengan tempaan dan cobaan. Rupanya begini hidup merantau.. sesuatu yang harus dilewati dengan ketegaran dan jiwa yang kuat.
Setelah berjalan-jalan di pusat kota Taipe kami kembali dengan kreta bawah tanah yang lajunya begitu cepat. Kami turun di kuyang station karena aku harus mengantar kawanku dulu, karena dia tidak yakin akan sampai ke asramanya jika sendirian. Rupanya kami berdua lupa dimana tepatnya asrama kawanku berada, kami berputar-putar di sekitar kuyang untuk mengingat dimana letak asrama kawanku. Hingga kami bertemu dengan orang Taiwan yang englishnya lumayan dan kami langsung menelpon mar dan menanyakan dimana alamat lengkap kawanku.
Setelah mengantar kawanku ke asramanya aku pulang menuju asramaku dengan city bus, dengan panduan peta yang diberikan mar, ku pegang erat-erat peta tersebut dan melihatnya berulang kali agar diriku tidak salah naik bus sehingga tersesat. Sekitar pukul 11 malam aku sampai di asramaku, luar biasa. Hari pertamaku banyak pengalaman yang menjadi pelajaran, rupanya samgat mudah pulang kerumah, walaupun hati ini berdegup kencang ketika di perjalanan, sendiri di tengah keramaian.