Perjalanan
kali ini cukup menggores hikmah yang mendalam yaitu hikmah pengembangan
kapasitas serta bertambahnya wawasan dalam diri sehingga proses upgrade diri
yang mentransformasikan pribadi pembelajar ini menjadi sosok yang lebih punya
modal untuk di bawa pulang ke akhirat kelak.
Sebenarnya
di sisi lain dalam perjalanan ini saya merasakan kesedihan, irisan hati yang
menyayat serta penyesalan. Karena perjalanan ini menggoyangkan konsep yang
selama ini telah dibangun sejak awal perkuliahan. Konsep yang menjadi pegangan
serta warna dalam jati diri, serta terkadang saya tularkan, terapkan serta
bagikan kepada orang sekitar dan generasi penerus, pemuda-pemuda militan, kader
yang haus akan jati diri sholeh, binaan yang selalu saya tunggu kehadirannya
yang menjadi tabungan masa depan.
Warna
yang mulai pudar tersebut terjadi memang karena beberapa faktor, karena jauh
dari lingkungan tausiah, perjuangan dalam berdakwah serta yang mengambil peran
paling besar adalah ibadah yang mungkin hanya menjadi kegiatan rutin yang
diwajibkan sehingga dalam proses pelaksanaannya tidak menambah kadar iman yang
ada dan diperparah dengan canda tawa yang berlebihan, senda gurau yang
melampaui batas serta pandangan-pandangan yang illegal.
Implikasi
dari keadaan diatas mengakibatkan kegoncangan dalam konsep berfikir dan
terkadang mengarah kepada keadaan yang lepas control. Walaupun keadaan lepas kontrol
yang dimaksud tidak sampai melampaui batas norma agama. Namun, sebagai kader
dakwah, Pembina atau pribadi yang ingin selalu memperbaiki diri mengalami
kemunduran yang begitu jauh, seakan berjalan ke arah belakang, masa lampau,
masa dimana saya belum mengenal tarbiyah, suatu proses yang memanusiakan
manusia.