Ternyata
hanya 20% dari jumlah penduduk Indonesian yang gemar membaca dan secara berkala
mengunjungi serta belanja di took buku. Angka yang fantastis menyedihkan bagi Negara
dengan jumlah total penduduknya sekitar 240 juta jiwa ini. Padahal total
penduduk produktifnya berjumlah 60%, nah apa jadinya kalau generasi muda jarang
atau phobia membaca, seperti saya yang pada masa jahiliyah dahulu.
Yups,
gaya baru telah merasuki kehidupan saya, yang mengubah seta menyita waktu-waktu
produktif di bumi yang senda gurau ini. Memang kebiasaan membaca dan membeli
buku telah mashur saya lakukan, walaupun frekuensinya tidak terlalu sering. Terkadang
ketika mengunjungi pameran atau toko buku terkadang diri ini tak kuasa menahan
tangan yang meraih dompet dan menyerahkan beberapa lembar isinya ke kasih, dan
terjadilah transaksi itu. Transaksi yang mengubah mata uang menjadi investasi
ilmu.
Setelah
aktifitas kampus lumayan sepi, karena mulai pensiun dari aktivitas jalanan,
maka banyak waktu luang tersisa. Dimulai dari mengunjungi teman, silaturrahmi,
ngopi, hang out, online dan kegiatan lainnya mengisi hari-hari. Nah, saat
itulah kebiasaan belanja, membaca buku membuncah kembali. Saat ini banyak buku
yang sudah terbeli tapi belum sampai halaman terakhir terbaca, ada beberapa
buku yang masih menyisakan tanda Tanya endingnya, bahkan ada yang covernya saja
belum tersentuh.
Mulailah
aktifitas membaca menjadi kegiatan di sela-sela berkeliaran di dunia yang fana
ini, bak seorang yang haus akan ilmu, satu persatu mulai saya lahap isi buku. Terkadang
nafsu ini membawa boomerang bagi kantong, pernah saya datang ke pameran buku
untuk melihat-lihat, dan tak terasa uang di kantong berganti buku setebal
kalkulus. Ya.. pada saat itu tersedia buku sejarah aceh yang sudah lama saya
incar, dan Alhamdulillah ketemu. Sepertinya saya sekarang harus agak menjauh
dari pameran atau took buku, takutnya semua tabungan terkuras.
Ada
hal yang saya rasa unik mengenai proses membaca buku. Pernah suatu saat saya
membeli buku yang berbau cinta, yaitu ‘kisah cinta para pejuang’ karangan Salim
A Fillah yang sudah menjadi best seller. Setelah terpukau, dibingungkan,
tercerahkan dan terceriakan dengan buku yang menjelaskan cerita cinta suci di
jalan pejuang beserta contoh menakjubkan yang membuat pikiran saya tercerahkan,
saya malah membeli buku cinta lainnya karangan Anis Matta yaitu ‘serial cinta’,
uniknya adalah di tengah-tengah saya menyelami arti cinta yang luas dari kedua
buku tersebut, saya menghadiri sebuah kajian yang rupanya sedang membahas bab
munakahat atau pernikahan, wuiihh.. tersenyum-senyum saat kajian tersebut.
tersenyum bukan karna baru pertama sekali menghadiri kajian tentang nikah, atau
isi materi yang jenaka tapi saya terkejut kok kajiannya klop banget dengan apa
yang sedang saya baca. Mungkin ini suatu petanda.. (biasa aja kaleee..).
sepertinya saya tinggal membeli buku ‘kado perkawinan’ saja…