Jumat, 28 November 2008

BANTUAN DAN KERJASAMA PASCA KONFLIK SERTA GEMPA DAN TSUNAMI ANTARA PEMERINTAH AUSTRALIA DAN PEMERINTAH ACEH

Kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Australia telah lama terjalin. Hingga saat ini telah banyak kesepakatan yang diambil dari berbagai sektor, mulai dari pertanian, pedagangan hingga keamanan. Seperti pada September 2005 Menteri Perdagangan (Mendag) Australia waktu itu, Mark Vaile, dan Menteri Perdagangan Indonesia Mari Elka Pangestu menandatangani Australia-Indonesia Trade and Investment Framework (TIF) atau kerangka kerja sama perdagangan dan investasi Australia-Indonesia . Pada 13 November 2006 juga ditandatangani perjanjian keamanan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia dan Australia, diatur antara lain kerjasama di bidang pertahanan, keamanan maritim, intelijen, kontraterorisme, pencegahan proliferasi senjata pemusnah massal, dan tanggap darurat bencana alam , dan juga pada 13 Juni 2008 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri (PM) Australia Kevin M Rudd melakukan pertemuan di Istana Merdeka guna menjajaki peningkatkan kerjasama bilateral kedua negara dalam berbagai bidang seperti perdagangan, investasi, pendidikan, dan pertahanan . Bahkan sejak tahun 1950-an sampai sekarang banyak mahasiswa Indonesia mendapat beasiswa di berbagai Universitas di AUSTRALIA melalui The Australian Development Scholarships (Colombo Plan, AIDAP, ADS, John Crawford, dsb) . Sekarang lebih dari 15.000 pelajar Indonesia sedang melanjutkan studi di Australia.

Setelah menjalin hubungan yang cukup akrab, Pemerintah Australia terus melanjutkan kerjasamanya bahkan membantu dan bekerjasama dengan Pemerintah Aceh. Berikut profil singkat tentang Aceh dan bantuan serta kerjasama yang telah disepakati antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Aceh.
Aceh merupakan nama sebuah daerah di Indonesia yang sebelumnya populer dengan sebutan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan sekarang telah berubah menjadi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Aceh merupakan provinsi paling barat yang berada di ujung pulau sumatera dengan letak astronomisnya yaitu pada 2 LU - 6 LU dan 95 BT – 98,5 BT. Aceh, bila dilihat dari penduduk terdiri dari berbagai etnis dan berbagai ras, sekaligus antara etnis yang satu dengan yang lainnya mempunyai budaya sendiri .
Nanggroe Aceh Darussalam secara geografis memiliki luas wilayah 57.365.57 km2. Secara keseluruhan luas wilayah tersebut terdiri dari perkotaan, perkampungan, sungai, danau, hutan, areal pertanian, padang rumput, pegunungan, darat dan kepulauan . Aceh memiliki batas wilayah sebagai berikut (1) sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, (2) sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatra Utara, (3) sebelah barat berbatasan dengan Samudra Indonesia dan (4) sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka.
Nanggroe Aceh Darussalam sangat kaya dengan hasil alam, hasil bumi dan hasil laut, kaya flora dan fauna sesuai dengan iklim tropis. Daerah pedalaman Aceh terdiri dari perbukitan dan pegunungan yang merupakan rangkaian dari bukit barisan dan diselimuti oleh hujan tropis.
Kendatipun banyak hal istimewa yang dimiliki Aceh akan tetapi Aceh juga menuai tinta merah dalam sejarah kehidupannya salah satu di antaranya adalah konflik. Konflik yang terjadi di Aceh dapat dikategorikan dalam dua periode atau masa, yaitu masa penjajahan dan masa kemerdekaan . Pada masa penjajahan yang saat itu dilakukan oleh Belanda. Konflik pertama pada masa kemerdekaan diawali dengan peristiwa DI atau TII. Saat itu DI atau TII dipimpin oleh Daud Bereueh. Kemudian, pada tahun 1976 Teuku Hasan Di Tiro mendeklarasikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan disambut dengan antusias oleh masyarakat yang sudah lama tersia-siakan.
Seiring waktu yang berjalan dan disaat belum ada proses penyelesaian konflik antara Gerakan Aceh Merdeka dengan pemerintah Republik Indonesia, tepat pada 26 Desember 2004, Aceh juga diuji dengan adanya bencana alam gelombang Tsunami. Kejadian itu di awali dengan terjadinya “gempa Aceh” pada pukul 07.05.38 WIB dengan kekuatan 8,9 Skala Richter (SR) dan kemudian disusul dengan gelombang Tsunami. Disebut gempa Aceh, karena episentrumnya terletak di perairan Aceh. Tepatnya pada posisi 2,9 LU dan 96,6 BT .
Bencana alam, gempa bumi dan tsunami di Aceh telah menimbulkan solidaritas menyeluruh baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh. Begitu pula telah tumbuh kesadaran yang kuat dari Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka untuk menyelesaikan konflik secara damai dengan disepakatinya nota kesepahaman (Memorandum of Undestanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki.
Setelah gempa dan tsunami melanda Aceh, tergalanglah dana yang sangat besar dari berbagai lembaga donor nasional maupun internasional. Dunia mulai membantu, membangun dan memperbaiki keadaan Aceh baik dari segi aspek fisik maupun psikologi. Lembaga donor tersebut memberi bantuan kepada pemerintah Aceh untuk korban gempa dan Tsunami dan konflik. Salah satu lembaga donor tersebut adalah lembaga yang berada di bawah Pemerintah Australia.
Lembaga donor yang di bawah Pemerintah Australia tersebut membantu Aceh dalam hal rehabilitasi dan rekonstruksi baik karena tsunami maupun luka karena konflik. Terbukti pada 14 juni 2008 Perdana Menteri (PM) Australia meresmikan rampungnya pembangunan kembali gedung Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Uleelheu, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh. Pemerintah Australia melalui Perdana Menteri John Howard juga sebelumnya telah mengalokasikan dana sebesar 50 juta dollar (Rp 440 miliar) untuk membantu Aceh pasca tsunami. Dari jumlah bantuan tersebut diperuntukkan membangun 18 fasilitas pendidikan yang terkena tsunami, dan 43 sekolah dasar di daerah konflik. Bahkan dana tersebut juga dipergunakan untuk memperbaiki kualitas pendidikan anak-anak Aceh, membantu pemerintah untuk menyediakan pelayanan yang lebih baik, membantu anggota masyarakat termasuk wanita untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan demokrasi. Termasuk pembangunan kembali kemampuan bertahan hidup dan menyokong perekonomian Aceh. Tak hanya sampai disitu, pemerintah bersama masyarakat Australia telah member donasi sebesar350 juta dollar ke berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang menjalankan misi kemanuasiaan di Aceh .
Pemerintah Australia juga menawarkan kerjasama dalam berbagai sektor termasuk bidang pertambangan. Bahkan perusahaan pupuk Incitec Pivot Limited, menawarkan melakukan investasi untuk mendorong hasil prosuksi pabrik pupuk di Aceh . Di bidang ekonomi Pemerintah Australia berkeinginan untuk menjalin kerjasama pembanguan ekonomi guna membantu masyarakat Aceh untuk mencapai masa depan ekonomi yang berkelanjutan.
Dari data-data diatas membuktikan bahwa kerjasama dan bantuan yang dilakukan oleh pemerintah Australia kepada Pemerintah Indonesia khususnya kepada Aceh terjalin begitu erat, hal ini disebabkan karena pertama, letak geografis antara Indonesia dan austalia yang begitu dekat. Keuntungan dari letak geografis ini adalah memudahkan mobilisasi kedua belah pihak.
Kedua, kebutuhan ekonomi kedua belah pihak. Pemerintah Australia dan Indonesia telah lama melakukan kerjasama di bidang ekonomi, Ekspor produk utama Australia adalah gandum, minyak mentah, alumunium, ternak, dan kapas. Sementara ekspor Indonesia ke Australia adalah minyak mentah, emas selain uang logam, emas, kertas, kardus, serta kayu olahan .
Ketiga, keinginan yang tulus dari Pemerintah Australia untuk membangun Aceh yang telah melalui konflik berkepanjangan serta diguncang oleh gempa dan dihempas oleh gelombang tsunami, seperti yang diungkapkan Perdana Menteri (PM) Australia Kevin M Rudd “kami ke Aceh bukan hanya membangun kembali yang rusak akibat tsunami tapi juga menyembuhkan luka lama akibat konflik. ”
Keempat, adanya kesepakatan bersama untuk mencapai suatu tujuan yang merupakan kebutuhan kedua belah pihak. Pemerintah Aceh membutuhkan kerjasama dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dan bantuan materil guna memulihkan masyarakat yang telah dilanda konflik serta gempa dan tsunami, sedangkan Pemerintah Australia berkeinginan untuk bekerjasama dengan Pemerintah Aceh dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA).
Melihat begitu tingginya frekuensi kerjasama dan bantuan yang disepakati oleh pemerintah Australia dan Pemerintah Aceh maka ada beberapa hal yang menjadi catatan agar hubungan ini terus terjalin dan tujuannya tercapai. Pertama, masyarakat dan Pemerintah Aceh harus bersyukur dengan banyaknya lembaga donor yang memberi bantuan untuk membangun dan memperbaiki Aceh setelah konflik serta gempa dan tsunami. Seperti yang kita ketahui, keadaan Aceh setelah dilanda Konflik serta gempa dan gelombang tsunami serba kekurangan, maka kita patut untuk berterima kasih kepada masyarakat dan Pemerintah Australia yang telah membangun dan memperbaiki keadaan Aceh dan bersedia membangun kerjasama di berbagai bidang, termasuk pemberian beasiswa kepada beberapa anak Aceh yang berprestasi untuk melanjutkan kuliahnya ke Australia.
Kedua,hubungan yang sangat erat ini harus dijaga oleh kedua belah pihak. Sejumlah bantuan yang telah diserahkan oleh masyarakat dan Pemerintah Ausrtalia harus dikelola dengan baik oleh Pemerintah Aceh, proyek-proyek pembangunan yang sedang berjalan harus selesai sesuai target dan perjanjian yang telah disepakati tidak boleh menyimpang dan harus mencapai tujuan yang diinginkan karena jika tidak maka hal ini sangat mempengaruhi hubungan kedua belah pihak untuk kedepan.
Ketiga, masyarakat Aceh harus memaksimalkan bantuan yang diterima dengan menggunakannya untuk usaha-usaha yang produktif baik usaha kecil menengah maupun usaha yang lainnya. Persoalan kemiskinan masih menjadi permasalahan yang belum tuntas yang terjadi pada masyarakat Aceh. Sekarang merupakan kesempatan besar bagi rakyat aceh untuk menata diri dan membangun perekonomian yang kuat melalui bantuan yang dikucurkan oleh lembaga-lembaga donor.
Keempat, dalam setiap hubungan kerjasama pasti kedua belah pihak menginginkan keuntungan. Oleh karena itu maka di setiap proses kerjasama dituntut keterbukaan. Kuntungan yang ingin dicapai oleh kedua bilah pihak harus dibahas dan dicantumkan dalam perjanjian yang telah disepakati.
Kelima, di setiap kesempatan kerjasama yang ingin dibangun, dengan pihak asing maka Pemerintah Aceh harus mengedepankan Australia. Jika kedepan Pemerintah Aceh ingin membuat kerjasama maka Pemerintah Aceh harus mengajukan terlebih dahulu kerjasama tersebut kepada Pemerintah Australia mengingat bantuan Australia telah banyak diterima oleh warga Aceh.
Pada akhirnya, marilah kita bersama-sama menjaga hubungan antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia khususnya Aceh ini agar berjalan lancar. Semoga bantuan yang diberikan oleh masyarakat dan Pemerintah Australia dipergunakan dengan semaksimal mungkin sehingga dapat memajukan masyarakat kita dari berbagai aspek.

Tidak ada komentar: