Desember
02, 2011 di pagi yang menyejukkan badan, kulangkahkan kaki dengan tas di bahu
berangkat menuju bandara, memecahkan kesunyian dan kedinginan pagi itu. Ketika
sebagian orang menikmati istirahatnya yang akan mengembalikan energy untuk
beraktifitas ketika matahari menyongsong, saat sang mu’azin subuh hendak
mengumandangkan panggilan di pagi itu, ku meraba dengan pandangan mengira bahwa
bandara sudah mendekat. Tak
lama setelah ibadah shubuh ku tunaikan, panggilan untuk boarding pun terdengar
dan kami pun meminjam sayap si burung besi untuk terbang menerawang langit dan
memecahkan awan serta kabut untuk mendarat di bandara ibukota Negara, untuk
bertemu para pemuda harapan bangsa, yang senyumnya di rindukan, fikirannya
dapat mencerahkan serta tingkah lakunya menjadi teladan. Dengan harapan bahwa
kisah perjalanan kali ini akan menjadi
tambahan wawasan, perbendaharaan teman serta banyak kegiatan-kegiatan kebajikan
ditoreskan.
Sebenarnya
niat mula untuk mendaftar kegiatan ini bukan untuk mendapatkan esensi inti dari
diskusi ataupun aksi nyata yang ditawarkan dalam kegiatan, tapi lebih pada
dapat berjumpa keluarga kunang-kunangku yang berasal dari berbagai daerah
Indonesia. Ya.. memang kegiatan Forum Indonesia Muda begitu banyak menggoreskan
kisah yang tak terlupa sehingga membuat kami bak satu keluarga dengan satu asa,
untuk Indonesia kami berjuang, kesejahteraan dan kejayaan bangsa. Alih-alih
dengan alasan tersebut, kami bersepakat untuk mendaftar dengan keseriusan
tingkat tinggi, dengan harapan lulus dan dapat mengambil esensial dari kegiatan
yang ditawarkan dan sekaligus reunian. Ternyata, panitia inti dari kegiatan ini
merupakan kunang-kunang yang seangkatan dengan ku, wah.. jadi makin terasa
aroma kelulusan.
Seperti
angin segar yang berhembus mengabarkan kabar ceria bahwa nama ku terdaftar
dalam susunan nama yang lulus mengikuti kegiatan, berikut dengan sahabatku dari
medan, bandung, padang, bogor, Makassar, banjar dan wilayah pulau jawa lainnya.
Dari aceh sendiri delegasi berjumlah 2 orang, aku dan teman ngopiku. Ya..
memang kami sama-sama mendaftar dengan tujuan utama jalan-jalan,(dasar
mahasiswa) hehe..
Kabar
kelulusan tersebut segera meledak di dunia maya, janji-janji reuni di beberapa
tempat diseputaran Jakarta pun terucap, kami sendiri sepakat untuk membeli
tiket pergi saja, sedangkan kepulangan akan disesuaikan dengan rencana
jalan-jalan bersama, maklum, mahasiswa tingkat akhir, jadi leluasa untuk
mengatur jadwal kuliah. Sebenarnya aku masih mengambil beberapa mata kuliah,
jempol saya berikan kepada dosen pembimbing mata kuliah tersebut yang sangat
paham dengan keinginan yang membuncah di dalam dada tentang perjalanan ke
Jakarta kali ini, sehingga tanpa banyak berfikir langsung saya kirimkan email
ke dosen pembimbing termasuk ke ketua jurusan perihal tentang izin agar
meninggalkan beberapa pertemuan kuliah untuk berangkat mengikuti ‘young leaders
summit’. Saya bersembunyi di balik nama ‘summit’ tersebut, karena persepsi kami
dan para dosen mendengar kata tersebut merupakan kata yang mujarab dan luar
biasa jika seorang mahasiswa bisa ikut sebagai peserta, walaupun kenyataannya
sangat bertolak belakang(semoga dosen saya tidak membacanya, hehe), Dan izinpun
ku dapat.
Akhirnya
kami pun bertemu di villa aryanti, cisarua, bogor. Kegaduhan dan suara ketawa
melengking mewarnai acara resmi yang diadakan. Walaupun tak bertemu lebih
kurang sebulan, tapi perasaan seperti keluarga yang tidak pernah bertemu dua
dekade (hiperbola.com). akhirnya keadaan kami sebagai keluarga kunang-kunang
pun terasa ekslusif, ketika ngumpul bareng, makan bareng, main bareng, diskusi
bareng, sampai buat ribut pun bareng. Memang sih terasa seperti mencemarkan
nama baik alumni FIM, hehe..
Pada
acara Young Leaders Summit ini pesertanya di bagi berdasarkan nama-nama
pahlawan di Indonesia. Aku dan 3 alumni FIM 11 masuk dalam kelompok Sam Ratulangi
bersama 15 pemuda luar biasa lainnya yang berasal dari berbagai latar belakang
serta pergerakan, termasuk juga umur, ada yang sudah sarjana, nikah dan
bekerja, walaupun ada juga yang baru SMA. Jadi sangat nyaman bergabung dengan
barisan senior di belakang. Hehe
Keadaan
puncak dengan suhu dinginnya membuat kondisi badan yang jarang berkeringat,
namun anehnya panitia menyediakan tempat yang sempit untuk ukuran 200 orang.
sehingga kami terpaksa duduk lesehan bagaikan di warung tegal, diperparah
dengan AC yang tidak bekerja secara maksimal jadi keadaanya terbalik, di dalam
ruangan panas, eh..pas keluar jadi dingin. Oleh karena duduknya lesehan, jadi
sepatu harus dibuka, aroma ‘summit’ yang seharusnya resmi dengan baju kemeja atau
batik di isi dengan sandal jepit, kaos bahkan ada yang memakai rok mini. Ini adalah
sebab pertama. Ketika malam pertama kami di tiba di villa, coba pembaca sekalian
bayangkan tentang villa. Ya.. seperti anda bayangkan bak sebuah penginapan
untuk berlibur, namun ironisnya panitia seperti tidak siap menerima kedatangan 200
orang peserta, kami dilempar kesana-kemari untuk mencari kamar yang nyatanya
setiap kamar sudah over loaded, ada yang 6 orang atau lebih yang setiap kamar
hanya tersedia 2-3 kasur saja. Akhirnya aku dilempar untuk istirahat di kamar
panitia bersama 2 siswa SMA dan 1 sahabat kunang-kunang dari Padang. Inilah sebab
kedua.
Konsep
kegiatan yang nyaris mirip dengan FIM membuat kami kurang bersemangat dalam
mengikuti seluruh rangkaian kegiatan, diperparah dengan kapasitas fasilitator
yang kurang menguasai informasi seluruh kegiatan, sehingga ketika ditanyakan
akan sesuatu hal menyangkut kegiatan terkadang balasan jawabannya tidak
konsisten. Pun di akhir kegiatan di isi dengan sosial project, kami ditugaskan
ke taman kanak-kanak untuk berbagi, itupun kami harus berebut tempat dengan
kelompok lain, bahkan ada yang tidak kebagian tempat untuk melaksanakan
kegiatan sosialnya. Ini adalah sebab ketiga.
Yang
terparah adalah isi materi yang disampaikan sangat berbau pluralism. Ketika pembukaan
resmi acara mereka agak sedikit menyinggung tentang konsep Tuhan, dan
diperparah ketika sesi selanjutnya terdapat materi khusus membahas tentang “one
family under God” yang menyatakan bahwa semua agama sama, hanya ada satu Tuhan
yang mengayomi seluruh ummat dan kita adalah 1 keluarga di bawah satu Tuhan. Penyampaian
materi ini disampaikan oleh Mr. James dalam bahasa Inggris, ketika sesi
pertanyaan, langsung tangan ini kuacungkan dengan menembak 3 peluru pertanyaan,
terutama tentang konsep ketuhanan yang semua peserta protes kenapa harus tema
ketuhanan yang di bahas, padahal ketika mendaftar kami diminta untuk bercerita
tentang kegiatan sosial yg pernah dilakukan, dan Mr. James membalas pertanyaan
tersebut dengan jawaban yang tidak nyambung. Ini adalah sebab keempat.
Karena
sebab-sebab tersebutlah, kami alumni FIM terlihat lebih ekslusif. Alih-alih
kecewa terhadap kegiatan yang tak sesuai harapan, kunang-kunang yang produktif
ini memainkan keisengannya, di barisan paling belakang sambil senderan. Bahkan ada
yang tak mau ambil pusing, lalu duduk di sudut dan memejamkan mata, berlarilah
ia ke pulau impiannya. Alumni FIM yang sering di sebut kunang-kunang ini tidak
hanya beragama Islam, ada Kristen dan agama lainnya, tapi kami semua sepakat,
bukan saatnya membahas tentang konsep ketuhanan, ada masalah Indonesia yang
membuat kita bersatu, berpegangan tangan, saling berbagi dan menasehati untuk
Indonesia yang Berjaya, yang membangunkan Macan dari tidur lelapnya. Karena kami
bersatu untuk Indonesia. Aku untuk bangsaku..!!
Akhirnya
kami bisa menemukan hal yang berarti dari kegiatan Young Leaders ‘Summit’ pada
malam pentas seni. Rasa kekeluargaan akhirnya muncul ketika kami sama-sama
latihan untuk pementasan tari dari masing-masing daerah. Sebenarnya di awal
pertemuan kami ingin mementaskan sebuah drama, tapi berhubung ribet dan dialognya
sering kelupaan, akhirnya tari tradisional dari masing-masing daerah pun
dipentaskan. Aku bersama ihsan yang juga dari aceh beserta Farah, mahasiswa
Paramadina pendiri sanggar ‘tradisioanal art’ mementaskan tari likok pulo
(saman). Farah yang asli Jakarta ini menguasai banyak tarian tradisional, mulai
aceh, piring padang bahkan bali. Dengan bakat narinya pun ia pernah ke
perancis, argentina dan Negara-negara lainnya. Kawanku sekelompok lainnya ada
yang menampilkan ‘cicilalang’, puisi dan lagu nasional. Pementasan kami dapat
di lihat di video yang saya lampirkan dalam artikel ini. Semoga menginspirasi.
Saran
bagi pembaca yang ingin mengikuti sebuah kegiatan, hendaknya telisik
dalam-dalam kegiatan yang hendak di ikuti, mulai dari panitia yang mengadakan,
konsep acara yang ditawarkan serta hasil yang diinginkan, sehingga tidak salah
kaprah. Memang acara ini jauh dari konsep ‘summit’ yang saya pahami, walaupun
kesalahan itu juga ada pada kami yang tidak membaca bahwa organisasi dibelakang
yls ini adalah organisasi pluralism. Semoga pembelajaran terus menjadi benang
merah dari setiap kegiatan yang dilalui, dan syukur adalah kata penutup dari
artikel ini.
1 komentar:
hai taufik, baru baca nih. hehehe :p
Posting Komentar