Perjalanan
kali ini cukup menggores hikmah yang mendalam yaitu hikmah pengembangan
kapasitas serta bertambahnya wawasan dalam diri sehingga proses upgrade diri
yang mentransformasikan pribadi pembelajar ini menjadi sosok yang lebih punya
modal untuk di bawa pulang ke akhirat kelak.
Sebenarnya
di sisi lain dalam perjalanan ini saya merasakan kesedihan, irisan hati yang
menyayat serta penyesalan. Karena perjalanan ini menggoyangkan konsep yang
selama ini telah dibangun sejak awal perkuliahan. Konsep yang menjadi pegangan
serta warna dalam jati diri, serta terkadang saya tularkan, terapkan serta
bagikan kepada orang sekitar dan generasi penerus, pemuda-pemuda militan, kader
yang haus akan jati diri sholeh, binaan yang selalu saya tunggu kehadirannya
yang menjadi tabungan masa depan.
Warna
yang mulai pudar tersebut terjadi memang karena beberapa faktor, karena jauh
dari lingkungan tausiah, perjuangan dalam berdakwah serta yang mengambil peran
paling besar adalah ibadah yang mungkin hanya menjadi kegiatan rutin yang
diwajibkan sehingga dalam proses pelaksanaannya tidak menambah kadar iman yang
ada dan diperparah dengan canda tawa yang berlebihan, senda gurau yang
melampaui batas serta pandangan-pandangan yang illegal.
Implikasi
dari keadaan diatas mengakibatkan kegoncangan dalam konsep berfikir dan
terkadang mengarah kepada keadaan yang lepas control. Walaupun keadaan lepas kontrol
yang dimaksud tidak sampai melampaui batas norma agama. Namun, sebagai kader
dakwah, Pembina atau pribadi yang ingin selalu memperbaiki diri mengalami
kemunduran yang begitu jauh, seakan berjalan ke arah belakang, masa lampau,
masa dimana saya belum mengenal tarbiyah, suatu proses yang memanusiakan
manusia.
Rasanya
kini begitu mudah untuk menjabat tangan non-muhrim, seakan ada pembenaran dalam
diri bahwa jika tidak menjabat seakan kita melecehkan orang tersebut. memang
bergabung dalam forum nasional dengan berbagai macam kepala yang ada membawa
berbagai macam pemikiran. Pernah suatu ketika saya tidak mau menjabat tangan
dengan non-muhrim lantas ia berkata “saya kan kawan abang, selama perjalanan
kegiatan ini kita bak keluarga”. Pernyataan tersebutlah yang menggoyangkan saya
sehingga jabat tangan itu terjadi. Memang satu maksiat terjadi akan mengundang
maksiat lainnya untuk dilakukan. Mungkin bagi anda pembaca sekalian merasa aneh
, kok jabat tangan dipersoalkan, tapi bagi anda yang berkecimpung di dunia
pergerakan pasti menganggap saya sudah futur dan perlu penguatan. Memang konsep
yang ingin saya pertahankan adalah tidak bersentuhan dengan non-muhrim sampai
ia halal, sehingga hanya dia yang sucilah akan saya sentuh dan kecup tangannya.
Hal
lain yang menggangu adalah mata yang tidak terjaga dan pandangan-pandangan
syubhat. Lagi-lagi ketika berinteraksi dengan non-muhrim terkadang mata ini
terlalu bermain atau dalam perjalanan di tengah-tengah kota metropolitan mata
ini bermain begitu bebas, Astaghfirullah…
Terakhir,
candaan yang melampaui batas sehingga membuat hati menjadi keras. Tren tentang ‘galau’
dan ‘gombalisme’ terlalu asyik untuk diikuti bahkan sampai saya ikut arus yang
mereka mainkan. Astaghfirullah…
Memang
bergaul dalam forum nasional lintas pergerakan, paham, ideology serta agama
menuntut diri ini punya dasar yang matang yaitu konsep membaur tapi tidak
melebur, punya warna dan jati diri yang jelas. Namun konsep itu yang mungkin
belum tertancap kuat sehingga mudah terbawa arus.
Secara
umum perjalanan kali ini bagi kapasitas iman mengalami kemunduran, harapannya
pada perjalanan kedepan semoga Allah lebih banyak saya ucapkan dan memenuhi
ruangan dalam hati ini.
Tulisan
ini saya tulis tepat berada dalam kabin pesawat perjalanan pulang dari Jakarta
menuju Banda Aceh. Pada saat hendak landing untuk transit di bandara Polonia
Medan saya selesaikan catatan ini, saat hati yang gelisah yang kehilangan jati
dirinya, jiwa rindu akan kesederhanaannya dan pribadi perindu syurga. Semoga Allah
menetapkan hidayah dalam hati ini dan tidak memindahkannya sehingga saya tetap
punya semangat untuk mempersiapkan modal yang cukup untuk meraih cita-cita
tertinggi, yaitu berada dalam syurga-Nya bersama Rasulullah SAW, para syuhada serta pejuang
lainnya.
Allahumma
Amiin..
Antara
Soekarno-Hatta dan Polonia,
08
Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar